(Bisnis Indonesia,12 Maret 2007)-JAKARTA: Di tengah buruknya anggapan masyarakat terhadap industri kehutanan di Indonesia, enam perusahaan (unit pengelolaan) hutan memperoleh sertifikasi hutan lestari dari Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI).
Selain keenam perusahaan itu, ada lima pengelola hutan rakyat dan satu in-dustri perkayuan. Ke-11 institusi itu dinilai telah memenuhi standardisasi LEI dalam menyusun dan mengembangkan sistem pengelolaan hutan. Pengelola hutan tersebut mengelola luasan hutan bersertifikat 1,04 juta hektare (ha) atau kurang lebih 1,5% dari luas kawasan hutan Indonesia yang luasnya sekitar 103 juta ha.
\”Luasan hutan bersertifikat itu masih kecil,\” kata Kepala Divisi Humas LEI Indra Setia Dewi di Jakarta, kemarin.
Dia mengatakan kondisi itu akibat kurang kondusifnya prakondisi pengelolaan hutan untuk mendukung pencapaian performa pengelolaan hutan lestari. Hal itu tercermin dalam tumpang tindihnya kebijakan antarsektor, antar departemen, dan antara pusat dan daerah.
Ketidaktegasan pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan, kata Indra, merupakan titik permasalahan yang kemudian berkembang menjadi potensi konflik dan konflik tenurial yang sering terjadi di wilayah konsesi hutan produksi.
Kondisi yang tidak kondusif seperti ini, menurut dia, mengakibatkan sulitnya unit manajemen pengelolaan hutan untuk mencapai performa pengelolaan hutan lestari.
Menhut M.S. Kaban pun mengakui lebih dari 59 juta hektare sumber daya hutan Indonesia dari luas keseluruhan sekira 120,35 juta hektare, kini kondisinya rusak dan sangat memprihatinkan hingga memerlukan rehabilitasi.
Hal itu disebabkan oleh laju perusakan hutan yang begitu cepat yang berkisar 2,83 juta hektare setiap tahun.
\”Penyebab utama akibat perbuatan tangan jahil manusia yakni illegal logging dan perdagangan kayu ilegal,\” kata Menhut, belum lama ini.
Konflik Masyarakat
Karena itu, kata Indra, Untuk membantu menciptakan kondisi yang kondusif bagi pencapaian pengelolaan hutan lestari, khususnya di tingkat unit manajemen, LEI mengembangkan sistem sertifikasi bertahap (phased certification).
Sertifikat itu diberikan setelah LEI mengevaluasi sisi produksi, tata batas, penyelesaian konflik dengan masyarakat sekitar, aspek lingkungan seperti apakah perusahaan itu telah memelihara ekosistem, baik dari sisi hilir maupun hulunya.
Penilaian, lanjut Indra, juga dilakukan terhadap apakah perusahaan pengelolaan hutan tersebut telah memberi manfaat sosial maupun ekonomi terhadap masyarakat sekitar hutan. Manfaat itu misalnya memberi peluang pekerjaan kepada masyarakat dan membangun fasilitas umum dan sosial. (erwin.tambunan@bisnis.co.id/ martin.sihombing@bisnis.co.id).