(Bogor, 28 Maret 2007): Direktur Eksekutif Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) Taufiq Alimi mengemukakan bahwa LEI akan meluncurkan sertifikasi lahan hutan bertahap dengan maksud mengurangi berbagai persoalan pengelolaan hutan di Indonesia.
\”Sistem ini terdiri dari prosedur, standar, dan kelembagaan yang sedikit berbeda pendekatannya dibanding sertifikasi biasa,\” kata Direktur Eksekutif LEI, Taufiq Alimi, di Jakarta, Selasa (27/2).
Sementara inti dari sertifikasi bertahap adalah disusunnya suatu rencana aksi dalam berbagai tahap untuk memungkinkan suatu unit pengelolaan hutan mendapat sertifikat yang adil dan lestari, katanya.
Berbagai penelitian dan pengamatan yang dilakukan LEI menyatakan bahwa kondisi hutan indonesia saat ini telah memasuki tahap yang kritis dengan tingkat kerusakan yang makin memburuk akibat pembalakan liar, kebakaran hutan, penyerobotan lahan, dan berbagai tindakan pengrusakan lainnya.
Padahal pemerintah secara umum telah melakukan berbagai upaya seperti perbaikan perangkat kebijakan, penegakkan hukum, advokasi, pendampingan, rehabilitasi lahan, serta upaya-upaya lain dalam menciptakan pengelolaan hutan yang baik dan lestari.
“Untuk membantu pemerintah dalam mengurangi berbagai persoalan tersebutlah, maka LEI meluncurkan sistem sertifikasi bertahap,” katanya.
Sertifikasi bertahap akan memberikan peluang bagi unit pengelolaan untuk menata diri secara bertahap. Sistem ini lebih baik dibanding sistem terdahulu yang mengedepankan pemenuhan berbagai persyaratan dan indikator standar pengelolaan hutan dalam satu penilaian sekaligus.
Penyusunan rencana penataan dilakukan oleh unit pengelola hutan atas masukan berbagai rekanan (stakeholder) yang sama-sama punya komitmen untuk menyelesaikan persoalan produksi, sosial dan lingkungan.
LEI dan semua konstituennya seperti pemerintah, tokoh lingkungan, akademisi, pemerhati, serta pengusaha dikatakan Taufik akan berkomitmen untuk mengerahkan berbagai upaya dalam menjamin agar sertifikasi bertahap dapat berjalan dan mencapai tujuannya menciptakan hutan yang lesatari.
“Namun begitu tetap perlunya pihak ketiga yang independen agar proses-proses sertifikasi berjalan obyektif,” lanjutnya.
Pihak ketiga inilah yang akan menilai dampak strategi yang diterapkan, tingkat keberhasilan, tingkat pencapaiannya menuju pengelolaan hutan yang lesatari, sehingga pada periode terakhir dari sistem ini telah dapat memenuhi standar pengelolaan hutan lestari di Indonesia.
Hingga saat ini telah 11 unit manajemen dan satu industri yang bersertifikat LEI dalam pengelolaan hutan yang mencapai luas 1,049.711,37 hektare atau sekitar 1,5 persen dari luas hutan Indonesia. LEI sendiri merupakan suatu lembaga mandiri dan nirlaba yang tidak membawa kepentingan politik apapun, namun semata-mata untuk mengembalikan fungsi hutan yang hijau dan lestari. (T.Ve/Tr/toeb/b)