(Yogya, 15 Mei 2008-KR) – Peredaran kayu ilegal di Indonesia cukup memrihatinkan. Karena itu, keberadaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) diharapkan mampu memfasilitasi berbagai kepentingan dalam pengelolaan perkayuan nasional secara kredibel, efisien dan adil. Sebab, selama ini dalam masalah perkayuan masih banyak hal yang tidak jelas atau ‘abu-abu’, sehingga memunculkan kerentanan dan kerawanan berbagai tindakan penyimpangan. Dengan adanya kejelasan dan kepastian menyangkut legalitas kayu, diharapkan semua pihak bisa berjalan secara proporsional dan sumberdaya kayu nasional semakin terselamatkan.
Hal itu dikemukakan Direktur Eksekutif Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) Taufiq Alimi menjawab pertanyaan KR di sela Seminar dan Konsultasi Publik \’Kelembagaan Verifikasi Legalitas Kayu: Bagaimana Menjamin Legalitas Produk Kayu dari Indonesia\’, di Hotel Jayakarta Yogyakarta, Rabu (14/5).
\”Jadi kepentingan semua pihak diwadahi. Bagi pengusaha, asal semua jelas sebenarnya mereka tidak masalah, yang penting ada kepastian, ini legal dan itu ilegal. Yang repot itu kalau tidak jelas aturannya, sehingga ke mana pun mereka bergerak bisa terjerat hukum,\” kata Taufiq Alimi.
\”Nah, kondisi sekarang masih banyak yang tidak jelas atau ‘abu-abu’ seperti itu. Karena banyak wilayah ‘abu-abu’nya, maka banyak sekali kerawanan yang muncul. Akhirnya pengusaha pun lebih baik membayar saja yang penting usahanya lancar. Kalau wilayah ‘abu-abu’ ini terus dibiarkan ada, maka akan menyulitkan semua pihak. Pengusaha repot, penegak hukum kesulitan mengambil tindakan, LSM juga kerepotan dalam mengontrol pemanfaatan hutan, dan sebagainya,\” paparnya.
Tapi ia bersyukur, berbagai jajaran dari pusat hingga daerah termasuk para pengusaha telah bertekad untuk segera meniadakan wilayah ‘abu-abu’ ini agar semuanya penuh kepastian dan kejelasan. Dengan kejelasan, semua pihak akan berjalan secara proporsional dan memudahkan kerja masing-masing. Pengusaha jadi tenang berusaha, petugas atau aparat penegak hukum juga tidak ragu-ragu dalam mengambil tindakan karena tidak khawatir nantinya hanya dimentahkan di pengadilan karena banyaknya argumen yang bisa dipakai, dan sebagainya.
Sedang Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY Ir Ahmad Dawam menjelaskan, luas hutan negara di DIY 18.821,92 hektar dan potensi hutan rakyat 104.630-125.000 hektar, dengan jenis tanaman terbanyak berupa jati, mahoni, sonokeling, akasia, dan campuran.
Terkait sertifikasi,saat ini sudah ada tiga kawasan hutan rakyat yang telah memiliki sertifikasi pengelolaan hutan lestari, yakni di wilayah Panggang, Playen dan Nglipar Gunungkidul. \”Untuk peredaran kayu, paling banyak di bawah diameter 30 cm. Karena itu, secara ekonomis masih kurang menguntungkan. Sementara 2006 ke 2007 kemarin, terjadi kecenderungan penurunan peredaran kayu di DIY. Industri penggergajian kayu pun kini tinggal 69 unit,\” jelas Ahmad Dawam. (San)-c